CARA MENAGIH HUTANG YANG BENAR KE PELANGGAN

Pernah melihat ada debt collector yang menagih dengan cara kasar? Bahkan sampai menyita barang milik debitur. Sudah tepatkah cara yang mereka lakukan?

Sejatinya ada aturan yang sah dalam menagih hutang menurut hukum di Indonesia. Namun yang banyak terjadi di lapangan adalah cara penagihan yang kasar dan tidak sesuai aturan. Banyak yang menyayangkan sikap tersebut.

Soalnya debitur-debitur yang punya pengalaman buruk dalam urusan penagihan hutang merasa gak nyaman banget dengan cara menagih utang yang gak ubahnya kayak tindakan teror.

Misalnya aja sering menelepon tanpa mengenal waktu hingga berujung penculikan. Apa gak ngeri tuh sampai bawa kabur orang segala.

Seperti yang terjadi di Kembangan, Jakarta Barat yang diberitakan Tribunnews pada Juli lalu. Sekelompok oknum debt collector dari perusahaan pembiayaan menculik seorang siswi SMP gara-gara motor yang dikendarainya belum dibayarkan cicilannya oleh orangtuanya.

Baca Juga: Jenis Usaha Bisnis Jasa Baru yang BOOMING di 2020

Begitu mendengar kabar anaknya tersebut, orang tua korban melapor ke polisi. Tindakan cepat pun segera diambil polisi dengan langsung mendatangi kantor perusahaan pembiayaan. Korban pun berhasil diselamatkan. Sementara oknum debt collector udah gak berada di tempat. Sangat disayangkan hal seperti ini bisa terjadi.

Cara Menagih Hutang Sampai Sita Barang itu Melanggar Hukum

Para penagih hutang bisa di penjara jika saat menagih hutang sampai menyita atau mengambil paksa barang milik debitur meskipun dengan alasan sebagai barang jaminan. Seperti yang diungkap HukumOnline, penyitaan termasuk perbuatan melanggar hukum. Apalagi penculikan, bisa kena pasal berlapis.

Dasarnya ada pada pasal 362 KUHP, yang berbunyi:

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Kedua, Pasal 365 ayat 1 KUHP kalau si debt collector melakukan tindakan kekerasan dan tindakan mengancam. Dalam Pasal 365 ayat 1 KUHP, disebutkan:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

Baca Juga: Manfaat Maksimal Promosi via Instagram

Ada beberapa etika dalam menagih tagihan kartu kredit yang bisa dijadikan acuan. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP tahun 2012, diatur secara jelas etika-etika penagihan utang yang dilakukan debt collector. Biar lebih jelas, ini detail etika-etika cara menagih utang kartu kredit yang sah.

  1. Pihak penagih atau debt collector wajib gunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan penerbit kartu kredit dan dilengkapi foto diri yang bersangkutan.
  2. Tidak boleh menagih dengan cara mengancam, kekerasan, atau tindakan yang mempermalukan pemegang kartu kredit.
  3. Tidak boleh menagih dengan memberi tekanan fisik atau verbal.
  4. Tidak boleh melakukan penagihan ke yang bukan pemegang kartu kredit.
  5. Tidak boleh menagih dengan terus-terusan menelepon tanpa kenal waktu.
  6. Debt collector cuma boleh menagih di alamat penagihan atau domisili debitur.
  7. Waktu penagihan utang cuma diperbolehkan dari pukul 08.00 hingga 20.00.
  8. Penagihan di luar alamat dan waktu yang ditentukan boleh dilakukan dengan adanya persetujuan atau perjanjian dengan pengguna kartu kredit.

Kami juga akan sampaikan bagaimana tips menghadapi debt collector.

  1. Tanyakan identitas debt collector yang akan menarik tagihan maupun barang berharga Anda.
  2. Debt Collector harus bisa menunjukkan kartu sertifikasi profesi dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
  3. Penagih harus juga bisa menunjukkan surat kuasa dari perusahaan leasing tempat dia bekerja.
  4. Penagih wajib membawa salinan sertifikat jaminan fidusia dari perusahaan leasing bersangkutan.

Semoga bermanfaat untuk Anda.